8 Jurus Lingkaran Dewa
Karya : Pahlawan

CHAPTER 2: CHIN-SHIH LU (JALAN BATU DAN TULANG)

 Orang banyak berjubel-jubel mendatangi gedung pertunjukkan drama dikota Shian, propinsiHubei , propinsi yang terletak di sebelah utara danau besar Dong Ting. Daerah ini terkenal sangat subur dan kaya hasil bumi. Dihuni oleh 95.6% suku Han, Tui Jia 3.7% dan Miao 0.4%.

 Tidak terlalu heran apabila orang datang dari pelbagai kota-kota kecil untuk nonton, sebab drama kali ini mempagelarkan karya seniman besar Wang Shifu (guru besar Wang). Drama yang diberi judul Hsi-hsiang chi (The Romance of the Western Chamber) mengisahkan percintaan antara seorang pemuda suku Han yang jatuh cinta kepada seorang gadis, yang rumahnya dekat kuil Budha, puteri keluarga kaya-raya. Ia berhasil menjalin cinta dengan dara itu melalui pengasuhnya. Pada saat mereka ketangkap basah sedang berdua di tepi sebuah kolam dekat kuil itu, orang tua si gadis menolak dengan tegas dan kasar hubungan cinta itu diteruskan. Mereka menuntut syarat si pemuda lulus ujian negara di bidang sastra yang diselenggarakan oleh pemerintah Yuan, baru diperkenankan mempersunting gadis itu. Banyak penonton dibuat trenyuh, namun juga tertantang untuk melihat sebuah kenyataan bahwa hidup adalah sebuah perjuangan.

 Di antara sekian banyak penonton, terdapat seorang kakek tua berambut putih dengan cucunya yang berumur sepuluh tahun, Zheng Yang Jing. Wajah kakek itu bersih, berwibawa karena matanya mengeluarkan sorot lembut yang menyejukkan hati. Perawakannya tinggi kurus dan mengenakan jubah sangat sederhana terbuat dari bahan katun. Sedangkan bocah itu memiliki bentuk kepala bulat telur, berdahi lebar gagah. Matanya bersinar lurus dan tajam menandahkan wataknya jujur, keras, dan penuh keberanian. Alisnya tebal membentuk golok. Perawakannya hampir sama dengan kakeknya, tetapi ia memiliki kelebihan yang cukup mencolok di bagian dada dan kakinya. Dadanya tegap dan serasi dengan bentuk kepalanya, dan diperlengkapi dengan jalinan tulang kaki yang tegap-lurus. Tidak ada yang istimewa dari kedua orang itu, mereka sangat sederhana, bersahaja, dan tidak memiliki apa-apa yang dibawah kecuali keranjang sayur.

 "Mengapa Kong kong (kakek) memintaku melihat drama karya Wang Shifu?" Tanya si bocah kepada Kakeknya, Lie A Sang. "Jing Zhi (Anak Jing), Wang Shifu meninggalkan pesan rahasia dibalik karya seni yang ditulisnya di jaman dinasti Yuan (Boan/Mongol) itu. Perhatikanlah percakapan antara si pemuda dengan guru sastranya. Sang guru mengatakan, "Kata mengejar kalimat, kalimat merangkai syair. Di dalam syair tersembunyi udara, api, tanah, air, dan besi. Kadang-kadang lembut merayu, tetapi tidak jarang ia bergerak cepat dan dasyat, menyiram yang menyimpan ying. Mengatur keduanya, dan melepaskan bersama-sama seperti si Dewa Bongkok menanam sayur dan mencabut rumput."

 Jing Zhi, apkah kamu mengerti perkataan guru sastra itu? " Dahi si bocah nampak mengernyit, ia mencoba mengerti maksud perkataan itu. "Kongkong, Jing tidak bisa melihat sesuatu yang rahasia dalam perkataan itu. Sepertinya, Wang Shifu menjelaskan teori perpaduan unsur dari Zhu Xi, bahwa di dalam diri kita terdapat kekuatan dasyat yang melampaui keterbatan dan kelemahan kita." Jing Zhi, Zhu Xi mengajarkan kita bagaimana melatih kekuatan murni dari dalam, untuk mengubah kelemahan menjadi kekuatan, kelambatan menjadi kecepatan. Keduanya memang saling berhubungan, tetapi Wang Shifu membisikkan rahasia lain yang lebih dalam lagi, yaitu cara berjalan menurut Chin-shih lu (jalan batu dan tulang). Wang Shifu menulis karyanya dalam upaya menyadarkan bangsa Han untuk berjalan bersama-sama menggulingkan pemerintahan Yuan, namun di samping itu, ia menyelipkan sebuah rahasia yang ia peroleh dari kitab kecil tulisan seniwati sakti Zhao Ming Cheng, Chin-shih lu(Jalan batu dan tulang), sebelum ia mati terbunuh oleh pemerintahan Qin ratusan tahun yang lalu.

 Sambil berjalan meninggalkan tempat keramain itu, keduanya menuju sebuah kedai penjual bakmi di pinggir jalankota Shian. Terdapat sepuluh meja dalam kedai itu. Mereka memilih duduk di pojok dekat jendela timur. Sambil menikmati bakmi pangsit, Lie A Sang kembali menjelaskan langkah rahasia Chin -shih lu. "Jing Zhi, jangan dikira Kongkongmu mengerti perkataan Wang Shifu setelah nonton drama itu." Kongkongmu ini menyelami rahasia itu karena mendiang Zhang Sanfeng Tai Shifu yang menjelaskan."

 Lie A Sang tidak menjelaskan lebih jauh, karena pada saat itu ia melihat delapan belas orang memasuki kedai. Mereka rata-rata membawa pedang di punggungnya dengan ronce kuning berbentuk bintang. Wajah mereka kotor dan penuh keringat, tampaknya mereka baru melakukan perjalanan panjang. Pelayan menyediakan sepuluh kati arak beruang putih yang dipesan mereka dan tigapuluh enam porsi bakmi.

 "Ta Sheko, apakah Wudangpai mau menolong kita?" Aku benar-benar tidak yakin mengingat Chen ta shifu (guru besar chen) terkenal bertabiat sangat keras, dan tidak suka mengalah dalam hal apapun.